Social Icons

Pages

Minggu, 07 Oktober 2012

Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Indonesia

Pengertian KDRT tercantum  pada UU No.23 tahun 2004  ini yaitu pada pasal 1 butir ke 1 “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.

Dari pembahasan UU diatas dapat diketahui bahwa dalam UU telah mengatakan yaitu setiap perbuatan yang merugikan orang lain dalam keluarga yang dimaksud dengan KDRT. 
 Setiap Insan manusia yang berkeluarga sangat mendambakan kehidupan yang harmonis dengan dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang antar anggota keluarga. Keluarga yang damai, tentram dan bahagia merupakan tujuan setiap orang dalam menjalani kehidupan perkawinannya, namun tidak setiap keluarga dapat menjalani kehidupan rumah tangganya dengan penuh cinta, kasih sayang dalam suasana kedamaian dan kebahagiaan. Tak jarang kehidupan rumah tangga justru diwarnai oleh adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik kekerasan fisik, psikis, maupun kekerasan ekonomi.

Fenomena KDRT sebenarnya bukan sesuatu yang baru, bahkan sudah ada sejak jaman dulu hanya saja saat ini perkembangan kasus-kasusnya semakin bervariasi. Hal ini juga diikuti oleh kesadaran dari korban untuk melaporkan kepada aparat hukum atau lembaga yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kasus kekerasan rumah tangga (anak dan perempuan). Data dari Kementrian Kordinator Kesejahteraan Rakyat menunjukkan bahwa hingga bulan Mei 2007 terdapat 22 ribu kasus kekerasan rumah tangga yang dilaporkan ke kepolisian. Berdasarkan beberapa laporan dari berbagai daerah di tanah air, kasus KDRT menunjukkan peningkatan yang signifikan,dan akan terus bertambah setiap tahunnya.

Menurut AKBP Drs. YUDIAWAN SRIYANTO, Psi ada beberapa faktor penyebab KDRT, diantaranya:

1.       Masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor, dikarenakan dari masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan dalam rumah tangganya, maupun dari pihak- pihak yang terkait yang kurang mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga, sehingga data kasus tentang (KDRT) pun, banyak dikesampingkan ataupun dianggap masalah yang sepele. Masyarakat ataupun pihak yang tekait dengan KDRT, baru benar-benar bertindak jika kasus KDRT sampai menyebabkan korban baik fisik yang parah dan maupun kematian, itupun jika diliput oleh media massa. Banyak sekali kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT) yang tidak tertangani secara langsung dari pihak yang berwajib, bahkan kasus-kasus KDRT yang kecil pun lebih banyak dipandang sebelah mata daripada kasus – kasus lainnya. 

2.    Masalah budaya, Masyarakat yang patriarkis ditandai dengan pembagian   kekuasaan yang sangat jelas antara laki-laki dan perempuan dimana laki –laki mendominasi perempuan. Dominasi laki – laki berhubungan dengan evaluasi positif terhadap asertivitas dan agtresivitas laki – laki, yang menyulitkan untuk mendorong dijatuhkannya tindakan hukum terhadap pelakunnya. Selain itu juga pandangan bahwa cara yang digunakan orang tua untuk memperlakukan anak – anaknya , atau cara suami memperlakukan istrinya, sepenuhnya urusan mereka sendiri dapat mempengaruhi dampak timbulnya kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT). 

3.    Faktor Domestik Adanya anggapan bahwa aib keluarga jangan sampai diketahui oleh orang lain. Hal ini menyebabkan munculnya perasaan malu karena akan dianggap oleh lingkungan tidak mampu mengurus rumah tangga. Jadi rasa malu mengalahkan rasa sakit hati, masalah Domestik dalam keluarga bukan untuk diketahui oleh orang lain sehingga hal ini dapat berdampak semakin menguatkan dalam kasus KDRT. 

4.    Lingkungan. Kurang tanggapnya lingkungan atau keluarga terdekat untuk merespon apa yang terjadi, hal ini dapat menjadi tekanan tersendiri bagi korban. Karena bisa saja korban beranggapan bahwa apa yang dialaminya bukanlah hal yang penting karena tidak direspon lingkungan, hal ini akan melemahkan keyakinan dan keberanian korban untuk keluar dari masalahnya.

Permasalahan sosial tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada si korban baik secara fisik maupun psikis korban tersebut. Akibat penganiayaan fisik yang jelas menderita sakit pada fisiknya, contoh: penganiayaan yang dilakukan oleh suami di Surabaya yang menyiramkan air panas ke muka istrinya yang berakibat fatal wajah istrinya tersebut menjadi melepuh. Penganiayaan – penganiayaan yang juga dilakukan oleh orang tua kepada anak – anaknya juga sering kita dengar dan lihat mengakibatkan anak tersebut menderita patah, memar maupun yang sangat yang lebih parah sampai meninggal dunia.

Dari contoh – contoh diatas merupakan dampak – dampak fisik akibat dari KDRT yang secara tidak langsung akan juga berdampak pada kondisi psikologis para koraban KDRT, (penganiayaan anak yang dilakukan orang tua) akibat yang dilakukan oleh orang tua merupakan pengalaman yang sangat negatif bagi anak. Dengan demikian, tidak mengejutkan bila banyak di antara anak –anak mengalami gangguan serius dan berlangsung dalam jangka panjang pada kesehatan psikologis, fungsi dengan hubungan sosial, dan perilaku mereka secara umum. Self Esteem yang rendah, kecemasan, perilaku merusak diri (self destructive), dan ketidakmampuan menjalin hubungan yang saling mempercayai dengan orang lain adalah efek – efek penganiayaan fisik pada masa kanak – kanak yang lazim dilaporkan (Milner dan Crouch, 1999). Pada dampak penganiayaan pada pasangan yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga, selain menimbulkan akibat fisik ( cedera yang serius,Lebih tingginya insiden penyakit fisik yang berhubungan dengan stress) dan efek yang bersifat ekonomis. Diantara efek – efek psikologis penganiayaan pasangan, depresi, kecemasan, dan self esteem yang negatif telah diidentifikasi sebgai respon yang lazim dijumpai. Selain itu, penganiayaan pasangan memiliki efek adversif terhadap hubungan antar pribadi secara umum.

Perempuan juga sering menjadi korban karena perempuan sebagai korban berada pada daerah yang rawan atau karena dianggap tidak akan berani melakukan perlawanan sebagai pembalasan yang memadai sehingga kelemahan ini sering dimanfaatkan seenaknya oleh sipelaku yang merasa dirinya lebih kuat, lebih berkuasa dari pada pihak korban. Seperti misalnya dalam keluarga, perempuan sebagai istri sering menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh suami karena istri dianggap sangat bergantung pada suami. Hal inilah yang dipakai sebagai salah satu alasan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan kekerasan yang dimaksudkan disini tidak hanya kekerasan fisik tetapi juga kekerasan psikis, kekerasan seksual atau juga penelantaran rumah tangga. Demikian pula halnya dengan kondisi perempuan sebagai buruh, pembantu rumah tangga ataupun sebagai pegawai atau karyawan yang secara individual mempunyai kedudukan yang lebih lemah dibandingkan dengan pihak majikan sehingga majikan dapat melakukan tindakan seenaknya seperti penganiayaan, pebudakan dan perampasan hak asasinya, yang semua tindakan ini adalah termasuk kejahatan Kriminal.


Semoga dengan tulisan ini semua orang bisa tahu mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), apa yang harus dilakukan apabila terjadi Kekerasan Dalam Rumah tangga (KDRT), sehingga bisa mengurangi dan bisa menghilangkan KDRT di Indonesia.






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text